JAKARTA, KOMPAS.com – Tindakan pengasapan atau fogging menjadi andalan
untuk membasmi nyamuk Aedes aegypti penyebar virus demam dengue. Sayangnya cara
ini sering tidak efektif. Setelah fogging dilakukan seringkali masih
bermunculan kasus demam berdarah dengue (DBD) baru.
Peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan Lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) DR. Budi Haryanto, SKM, MSPH, MSc mengatakan, munculnya kasus DBD baru mungkin saja karena fogging yang dilakukan ternyata tidak efektif membasmi nyamuk.
Peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan Lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) DR. Budi Haryanto, SKM, MSPH, MSc mengatakan, munculnya kasus DBD baru mungkin saja karena fogging yang dilakukan ternyata tidak efektif membasmi nyamuk.
“Fogging
yang dilakukan selama ini apa sudah dicek pemakaiannya benar atau enggak.
Secara teknis harus cermat, baik alat hingga waktunya,” ujar Budi saat
dihubungi Kompas.com, Kamis (4/2/2016).
Menurut
Budi ada beberapa penyabab fogging menjadi tak ampuh membasmi nyamuk.
1. Dosis
Budi
mengtakan, dosis yang dimasukkan ke dalam mesin fogging harus tepat. Hasil
pembakaran insektisida seperti malathion dan solar akan mengeluarkan asap yang
seharusnya membuat nyamuk mati jika dosisnya tepat. Jika tidak, nyamuk hanya
pingsan kemudian hidup kembali.
“Kalau
dosisnya tepat maka yang keluar asap. Kalau dosis enggak tepat, yang keluar
hanya minyak. Lantai licin (setelah fogging), kalau seperti sudah itu jelas
dosisnya enggak tepat,” jelas Budi.
2. Mesin fogging
Meski
mesin fogging sangat sederhana, perlu juga diperhatikan kulitas alat yang akan
digunakan. Petugas yang mengunakan mesin fogging sebaiknya mengecek terlebih
dahulu lubang alat pemercik atau nozzle. Jika mesin fogging sudah terlalu lama
dan nozzle tidak diganti, maka asap yang dikeluarkan tidak optimal.
3. Radius
Nyamuk
akan terbang sejauh sekitar 140 meter dari tempat mengigit korbannya. Untuk
itu, penyemprotan pun seharusnya dilakukan minimal radius 140 meter atau
sekitar 200 meter dari lokasi rumah pasien DBS.
“Nyamuk
kalau gigit kan cuma orang di sekitarnya aja. Makanya perlu di fogging sampai
200 meter, nyamuk ini enggak ke mana-mana,” jelas Budi.
4. Waktu
Fogging
harus dilakukan segera mungkin atau setidaknya satu sampai dua hari setelah
ditemukan warga yang terkena DBD. Jika tidak, sama saja telah memberi
kesempatan nyamuk pembawa virus untuk menularkan ke lebih banyak orang lagi.
Menurut Budi, nyamuk Aedes aegypti bisa kembali mengigit tiga sampai lima hari kemudian. “Jadi jangan kelamaan, harus Uber-uberan dengan nyamuk yang mau mengigit lagi,” kata Budi.
Menurut Budi, nyamuk Aedes aegypti bisa kembali mengigit tiga sampai lima hari kemudian. “Jadi jangan kelamaan, harus Uber-uberan dengan nyamuk yang mau mengigit lagi,” kata Budi.
Selain
itu, penyemprotan seharusnya dilakukan saat nyamuk-nyamuk tersebut sedang
istirahat, misalnya pagi atau siang hari. Budi menjelaskan, nyamuk Aedes
Aegypti aktif pada pukul 08.00-11.00 dan sekitar pukul 14.00-17.00. Jika
fogging dilakukan saat jam aktif, maka nyamuk akan bergerak lebih gesit untuk
menghindar.
5. Sosialisasi
Sosialisasi
penting dilakukan dengan jelas agar tidak ada rumah yang tidak bersedia
dilakukan penyemprotan. Menurut Budi, jika ada satu rumah yang tidak mau
fogging, dikhawatirkan nyamuk dewasa tetap hidup di rumah tersebut.
Perlu
ada koordinasi antara pihak RT dan RW ketika akan dilakukan foging. “Paling
enggak seminggu sebelumnya sudah dikasih tahu, dijelaskan mengapa perlu fogging
biar yang punya rumah siap,” imbuh Budi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar